Jumat, 25 April 2014

DESCARLO PAPER



Tugas Paper

Implikasi Faktor Pembatas (Sinar Matahari) Terhadap Perlakuan Silvikultur

 

Oleh :

Descarlo Worabai

E451090061

Silvikultur Tropika

 

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

Pendahuluan

Latar Belakang

            Hutan merupakan bagian penting dalam siklus kehidupan dimana didalamnya segala yang hidup maupun yang tidak hidup (biotik dan abiotik) saling berinteraksi. Di dalam hutan terdapat aktivitas – aktivitas dari berbagai mahkluk hidup (organisme) yang berinteraksi guna mepertahankan dan melanjutkan hidupnya. Dalam mempertahankan serta melanjutkan hidupnya, setiap mahkluk hidup ini melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya dalam hal melakukan adaptasi. Adaptasi ini dilakukan agar setiap organisme atau mahkluk hidup ini dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya sehingga kelanjutan dari hidupnya dapat terjaga.

Tanaman dalam hal ini pohon hutan merupakan unsur penting dalam hutan. Pada buku Manual Kehutanan (1992), hutan itu sendiri memiliki arti sebagai suatu lapangan bertumbuhan pohon – pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan kehidupan alam hayati beserta alam lingkungannya atau ekosistemnya. Dari pengertian ini, dapat kita melihat bahwa terbentuknya pengertian hutan karena adannya pohon di dalam hutan, sehingga pohon hutan menjadi hal yang pokok dalam menjaga siklus kehidupan di dalam hutan. Pohon hutan itu sendiri tidak serta merta menjadi penting karena diantara mereka pun harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya terkait interaksi maupun adaptasi. Dalam melakukan kegiatan interaksi, pohon hutan berhubungan dengan berbagai faktor, baik itu faktor biotik dalam hal ini masyarakat tumbuh – tumbuhan, mikroorganisme, dan lain – lain juga faktor abiotik salah satunya yang utama adalah sinar matahari. Sinar matahari dilihat berperan sangat penting, karena digunakan sebagai alat bantu pada tumbuhan dalam proses fotosintesis yang merupakan salah satu kegiatan pada tanaman yang sangat penting, dimana dalam proses ini tumbuhan akan melakukan aktivitas “memasak” bagi tanaman yang kegiatannya terjadi pada daun. Kegiatan memasak pada tumbuhan memerlukan sinar matahari sebagai energi. Kegiatan ini dapat digambarkan secara umum sebagai berikut : nCO2 + nH2O + Cahaya à (CH2O)n + nO2 (sumber : buku fisiologi tumbuhan jilid 2), selanjutnya hasil ini ditransferkan oleh tanaman dari daun ke semua bagian tumbuhan.

Indonesia merupakan sebuah Negara dengan hutan hujan tropis di Dunia. Luas hutan hujan tropis di Indonesia ± 1,3 % dari luas bumi, dengan luas ini, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, meliputi : 10 % dari total jenis tumbuhan berbunga, 12 % dari total jenis mamalia, 16 % dari total jenis reptilia, 17 % dari total jenis burung dan 25 % dari total jenis ikan di seluruh dunia. Berdasarkan hasil penafsiran citra satelit Landsat 7 ETM+ tahun 2002/2003, total daratan yang ditafsir adalah sebesar 187,91 juta ha kondisi penutupan lahan, baik di dalam maupun di luar kawasan, adalah : Hutan 93,92 juta ha (50 %), Non hutan 83,26 juta ha (44 %), dan Tidak ada data 10,73 juta ha (6 %). Khusus di dalam kawasan hutan yaitu seluas 133,57 juta ha, kondisi penutupan lahannya adalah sebagai berikut : Hutan 85,96 juta ha (64 %), Non hutan 39,09 juta ha (29 %) dan Tidak ada data 8,52 juta ha (7 %). (BAPLAN, 2005). Dengan kondisi hutan hujan tropis yang tinggi ini, maka perlunya dilakukan tindakan pengelolaan hutan yang baik dalam hal pemanfaatan untuk kesejahteraan bangsa. Teknik yang biasanya digunakan dalam pemanfaatan hasil hutan yaitu dengan menggunakan teknik yang disebut “teknik silvikultur”. Dengan menggunakan teknik silvikulktur, diharapkan ada input yang diperoleh sejalan dengan peruntukan asas “sustainable” atau keberlanjutan sehingga siklus hidup khususnya di dalam hutan dapat terjaga baik.

Pembahasan

Sinar Matahari

Dalam kehidupan mahkluk hidup, sinar matahari menjadi memberikan pertumbuhan dan tenaga bagi semua mahkluk hidup, misalnya bagi manusia sinar matahari ini menghasilkan vitamin D. Pada waktu berkas sinar ultraviolet disaring di kulit. Ia mengubah simpanan kolesterol di kulit menjadi vitamin D.  Dengan menghadapkan sebagian dari tubuh ke sinar matahari selama 5 menit memberikan 400 unit vitamin D. Anda membutuhkan 400 IU (international unit) perhari menurut peraturan RDA (Recommended Dietary Allowances) di AS. Sehingga dilihat dari fungsinya ini, maka sinar matahari ini sangat penting bagi umat manusia. Selain itu fungsi serta kegunaan dari sinar matahari ini, sanggup membunuh bakteri penyakit, virus dan jamur. Itu berguna untuk perawatan tuberkulosis (TBC), erisipelas, keracunan darah, peritonitis, pnemonia, mumps, asma saluran pernafasan. Bahkan beberapa dari virus penyebab kanker dibinasakan oleh sinar ultraviolet. Infeksi jamur, termasuk candida, bereaksi terhadap sinar matahari. Beberapa jenis bakteri di udara dibinasakan dalam 10 menit oleh sinar ultraviolet. Seorang ilmuwan menutup setengah dari piring batu yang dipenuhi dengan bakteri – setengah lainnya disinari matahari secara langsung. Bagian piring yang tertutup tetap dipenuhi bakteri, tetapi tidak ada yang tumbuh di setengah piring yang terbakar sinar matahari. Semua bakteri telah terbunuh. Jika Anda membuka lebar tirai dan jendela rumah agar sinar matahari masuk ke ruangan, maka setelah satu jangka waktu sinar matahari ini akan membunuh bakteri yang berada di debu jendela dan lantai, sehingga membuat rumah Anda menjadi tempat yang lebih sehat untuk didiami (http://dchandra.wordpress.com/2007/11/06/manfaat-sinar-matahari/). Dari penjelasan ini dapat kita lihat bahwa begitu pentingnya sinar matahari bagi mahkluk hidup khususnya manusia terkait akan manfaatnya.

            Sinar matahari ini pula sangat dibutuhkan oleh tanaman. Hal pokok dimana tanaman membutuhkan sinar matahari adalah dalam melakukan aktivitas fotosistesis yang merupakan keharusan bagi tanaman untuk dapat melanjutan hidupnya atau dengan kata lain sinar matahari merupakan faktor yang esensial bagi pertumbuhan serta perkembangan tanaman. Faktor yang esensial ini berperan penting dalam proses fisiologis tanaman, terutama fotosintesis, respirasi, dan transpirasi. Terkait dengan faktor pembatas pada hutan, sinar matahari ini selain dilihat kearah proses fotosintesis juga dilihat kearah naungan.

Silvikultur

            Menurut buku Manual Kehutanan (1992) mengatakan, bahwa silvikultur merupakan rangkuman dari berbagai macam teknik yang dipergunakan dalam mempermuda hutan baik secara alami maupun buatan, serta pemeliharaan tegakan sepanjang hidupnya. Dari pengertian ini dapat terlihat bahwa silvikultur adalah suatu bentuk seni dan ilmu dalam menanam dan memelihara pohon (Lahjie A.M., 2005). Silvikultur dimaksudkan untuk mengarahkan proses alamiah perkembangan hutan untuk memperoleh atau memproduksi hutan yang lebih bermanfaat sesuai dengan tujuan pengusahaan hutan tersebut. Dalam mengusahakan hutan untuk mencapai hasil yang baik maka perlu dilakukan pengontrolan terhadap pengusahaan hutan diantaranya ;

1.      Kontrol terhadap pembentukan struktur tegakan, misalnya membuat kelas umur pohon yang bervariasi, membuat dan mengatur distribusi dari kelas diameter tegakan

2.      Kontrol terhadap komposisi, misalnya hanya memilih satu atau beberapa jenis yang disukai secara ekonomi

3.      Kontrol terhadap kerapatan tegakan, dsb

Dari kegiatan kontrol ini menurut indriyanto 2008, ada 2 aspek yang perlu atau yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanaan sistem silvikultur, yaitu :

1.      Teknik penerapan sistem silvikultur itu sendiri, termasuk cara penebangan, cara regenerasi tegakan hutan, dan pemeliharaan hutan.

2.      Kerangka umum dari bagan pengelolaan hutan, termasuk pembagian area dan daur penebangan.

Sehingga dari 2 aspek ini, dapat ditentukan sistem – sistem silvikultur yang baik dalam menjaga serta memanfaatkan sumber daya hutan yang ada.

 

Implikasi Faktor Pembatas Dalam Perlakuan Silvikultur

 

Fotosisntesis

 

            Setiap tanaman khususnya yang memiliki klorofil, akan selalu melakukan aktivitas fotosintesis. Kegiatan fotosintesis merupakan proses yang sangat penting berdasarkan beberapa alasan yang di kemukakan oleh Daniel T.W. 1987 bahwa makanan manusia dan seluruh hewan (heterotrof) tergantung secara langsung maupun tidak langsung pada tumbuhan (autotrof) ; stabilitas konsentrasi oksigen dan karbondioksida di Atmosfir tergantung pada proses fotosintesis baik itu di daratan maupun di lautan ; dan lain sebagainya, sehingga fotosintesis menjadi landasan penting untuk kehidupan mahkluk hidup di Bumi. Proses fotosintesis itu sendiri, merupakan proses biologi yang reaksinya hanya akan terjadi dengan adanya sinar matahari. Panjangnya siang dan malam terkait lamanya penyinaran sinar matahari sangat mempengaruhi tumbuhan akan bagaimana tumbuh dan berkembang dalam lingkungannya. Dalam karya ilmiahnya, Utomo 2006 menyatakan bahwa selama musim hujan dan kabut, dengan pencahayaan yang rendah dari sinar matahari akan menurunkan aktivitas tanaman dalam berfotosintesis.

 

Faktor Fisiografis

 

            Faktor-faktor fisiografis merupakan keadaan yang secara tidak langsung mempengaruhi vegetasi hutan melalui efeknya terhadap faktor-faktor yang berpengaruh langsung. Faktor-faktor tersebut antara lain ketinggian tempat, kemiringan lereng dan arah mengahadap lereng. Faktor – faktor ini juga berpengaruh terhadap intensitas sinar matahari yang ditangkap oleh tanaman diantaranya :

a.       Ketinggian Tempat

Ketinggian tempat terhadap sinar matahari terkait intensitas sinar matahari akan semakin kecil dengan semakin tingginya tempat tumbuh. Keadaan ini menyebabkan berkurangnya penyerapan (absorbsi) hara dari udara. Berkurangnya intensitas cahaya dapat mengahambat pertumbuhan karena proses fotosintesis terganggu. Pengaruh tinggi tempat terhadap pertumbuhan pohon terjadi secara tidak langsung, artinya perbedaan ketinggian tempat akan mempengaruhi keadaan lingkungan tempat tumbuh pohon terhadap suhu, kelembaban, oksigen di udara dan keadaan tanah.

b.       Arah Menghadap Lereng

Pada kondisi ini, sinar matahari yang masuk akan tergantung pada posisi lereng. Pada umumnya daerah yang menghadap kearah utara dan timur cenderung menjadi tempat tumbuh yang baik bagi tanaman di banding yang menghadap ke arah selatan dan barat. Hal ini menurut Durhayat, 2008 disebabkan karena arah lereng yang menghadap Timur ke arah Utara akan cukup mendapat cahaya matahari pagi yang baik bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Semakin besar sudut aspek dari arah Timur ke arah Utara, berarti cahaya matahari pagi yang diperoleh tanaman akan semakin berkurang, sehingga produksi pohon akan lebih rendah.

 

Naungan

 

            Pepohonan yang membentuk tajuk hutan akan menentukan iklim di dekat permukaan tanah dan juga di bawah tajuk yang kemudian disebut dengan iklim mikro. Hal ini disebabkan adanya pepohonan dalam hutan yang berfungsi sebagai penyaring sinar matahari dan angin untuk membentuk kehidupan di hutan. Dalam hutan ada yang disebut pohon toleran dan pohon intoleran. Pada Manual Kehutanan, 1992 dijelaskan bahwa pohon yang toleran adalah pohon yang mempunyai kemampuan untuk mempertahankan dirinya di bawah naungan, sedangkan pohon intoleran sudah barang tentu berarti pohon – pohon yang sangat memerlukan cahaya dalam pertumbuhannya.

Setiap pohon yang toleran tidak terlalu mendapatkan sinar matahari memiliki kemampuan dalam bertahan hidup yang lama. Bila dibebaskan pohon – pohon yang intoleran, pohon toleran masih memiliki kemampuan untuk tumbuh dengan baik, kecuali bila sudah lama tertekan oleh lingkungan. Pohon – pohon intoleran akan melakukan kegiatan fotosintesis sepanjang hari penyinaran (siang hari), sedangkan pohon – pohon toleran mengusahakan dirinya agar dapat melakukan aktivitas fotosisntesis dengan memiliki tajuk yang tipis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan agar supaya semua daunnya mendapat cukup sinar matahari.

Dengan demikian keberadaan pohon yang toleran dan intoleran terhadap kemampuan menerima serta menangkap sinar matahari menjadi berbeda. Pohon yang intoleran memiliki kesanggupan yang lebih dari pohon yang toleran terkait sinar matahari. Tetapi pohon – pohon yang toleran lebih memiliki kemampuan hidup yang tinggi karena mampu memanfaatkan sinar matahari ini secara efisien ketimbang pohon - -pohon yang intoleran serta dalam Manual Kehutanan, 1992 dikatakan bahwa pohon – pohon yang toleran cendrung memiliki batang yang silindris hal ini kemungkinan disebabkan karena strategi dari pohon toleran guna menyeimbangkan pertumbuhannya akibat tertutup oleh pohon intoleran.

 

Kerapatan

 

            Dalam hutan tingkat perebutan atau persaingan dalam mendapatkan cahaya dapat dilihat dari besar kecilnya kerapatan tegakan di hutan. Selain itu persaingan dalam mendapatkan cahaya merupakan faktor yang penting dalam melihat laju pertumbuhan tanaman. Pada buku Pengenalan Pemberdayaan Pohon Hutan, 1997 dikatakan bahwa Tumbuhan pada kerapatan tinggi dengan intensitas cahaya yang rendah cenderung mempunyai daun yang luas ketimbang pada kerapatan yang rendah. Dari pernyataan ini terlihat bahwa dalam mendapatkan sinar matahari guna proses fotosintesis maka tanaman harus melebarkan permukaan daunnya agar dapat memperoleh pencahayaan yang optimal. Pelebaran ini akan menguntungkan tanaman yang di atas tetapi tanaman yang di bawah akan dirugikan, karena daunnya akan terhalangi daun tanaman yang diatas sehingga menghambat proses fotosintesis, dalam hal ini pertumbuhan dari tanaman di bawah akan terganggu.

 

Sistem Silvikultur

 

            Dalam membina dan menjaga hutan, maka sudah barang tentu kita harus mengetahui cara atau tekniknya. Dalam kehutanan ini disebut Sistem Silvikultur. Sistem silvikultur adalah suatu rangkaian proses penanaman sampai dengan proses pemanenan dengan menerapkan teknik – teknik perawatan hutan dalam rangka mencapai hasil yang maksimal. Hasil yang dimaksudkan disini adalah Produksi kayu, bisa juga dalam bentuk lain (non – kayu).

            Hutan di Indonesia terdiri dari berbagai macam tipe hutan yaitu hutan dataran rendah, hutan dataran tinggi, hutann bakau, dan lain sebagainya. Dari keragaman jenis hutan ini, maka sudah tentu pemilihan akan teknik silvikultur di masing – masing hutan tersebut berbeda – beda.

            Menurut Matthews, 1992 dalam Mansur, 2008 mengatakan bahwa hutan memiliki tiga fungsi utama, yaitu :

Fungsi Produksi

            Secara produksi, hutan diharapkan mampu menghasilkan kayu yang bernilai ekonomis. Selain kayu hutan juga menghasilkan hasil hutan non-kayu seperti getah, madu, minyak atsiri, dan lain – lain.

Fungsi Perlindungan

            Secara perlindungan, hutan diharapkan mampu menjaga kestabilan dan keseimbangan alam. Sehingga kerugiaan yang dapat ditimbulkan oleh rusaknya hutan, seperti longsor, banjir, kekeringan dapat diatasi ataupun dapat dihidari.

Fungsi Sosial

            Secara Sosial, hutan dalam hal ini sebagai bagian yang penting dan tak terpisahkan dari manusia, karena hutan itu sendir sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia khususnya bagi mereka yang berada di sekitar maupun di dalam hutan.

            Dari tiga fungsi utama ini, terlihat bahwa hutan sangat penting dalam kehidupan. Untuk menjaga agar tetap lestari dan berkelanjutan, maka perlu dengan cermat memilih serta menetukan teknik silvikultur yang tepat sehingga harapan akan lestari dan berkelanjutan dapat tercapai. Menurut Mansur, 2008 teknik silvikultur yang baik untuk diterapkan terkait 3 fungsi tadi yakni sistem silvikultur tebang pilih. Sistem ini tentunya akan sangat bermanfaat pula bagi tanaman dalam memperoleh dan mendapatkan sinar matahari yang baik (intensitas cahaya), karena dengan sistem tebang pilih kemungkinan hutan mengalami degradasi menjadi kecil. Selain itu pada bagian yang ditebang pohonnya, arealnya menjadi terbuka sehingga memberikan kesempatan kepada pohon – pohon yang di bawah untuk tumbuh dan berkembang. Juga pada benih – benih pada lantai hutan memperoleh sinar matahari yang cukup untuk membantu proses pertumbuhan.


 

Penutup

            Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap penampilan fisiologis tanaman dan morfologi tanaman. Kebutuhan tanaman terhadap sinar matahari sudah menjadi suatu keharusan yang harus dipenuhi. Kebutuhan ini akan dapat terpenuhi, jika setiap faktor yang mendukungnya dapat berjalan dengan baik.

            Setiap pohon memerlukan sinar matahari untuk dapat berfotosintesis, guna menjaga kelangsungan hidupnya. Dengan berfotosintesis maka pohon dapat melakukan proses pertumbuhan sedangkan bagi mahkluk hidup yang lain khususnya yang heterotrof menggunakannya sebagai makanan untuk memperoleh energi.

            Sehingga perlu dilihat perlakuan silvikultur yang tepat dalam membantu perkembangan tanaman yang dalam hal ini pohon sehingga dapat berkembang dengan baik serta memberikan hasil yang baik pula sehingga kelestarian hasil serta kekayaan keanekaragaman hayati yang ada dapat terjaga dengan baik.

 

 


Daftar Pustaka

-          Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 1992. Manual Kehutanan. Jakarta

-          Salisbury F.R. dan Ross C.W. 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

-          Healthy Inside Fresh Outside, Just another WordPress.com weblog, 2007. http://dchandra.wordpress.com/2007/11/06/manfaat-sinar-matahari/

-          Daniel Theodore W, dkk. 1987. Prinsip – Prinsip Silvikultur. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

-          Utomo Budi, 2006. Karya Ilmiah – Hutan Sebagai Masyarakat Tumbuhan Hubungannya Dengan Lingkungan. Fakultas Pertanian – Universitas Sumatera Utara. Medan.

-          Duryat, 2008. Pengaruh faktor fisiografis terhadap produksi damar mata Kucing (shorea javanica k et. V) di pekon pahmungan kecamatan Pesisir tengah kabupaten lampung barat. Prosiding Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian kepada Masyarakat. Universitas Lampung. Lampung.

-          Irwanto, 2006. Model Kawasan Hutan Kabupaten Gunung Kidul. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. www.freewebs.com/irwantoshut/praktek_siltrop.pdf

-          Mansur I., 2008. Sistem Silvikultur Untuk Pengelolaan Hutan Alam. Prosiding Lokakarya Nasional – Penerapan Multisistem Silvikultur Pada Pengusahaan Hutan Produksi Dalam Rangka Peningkatan Produktivitas dan Pemantapan Kawasan Hutan, IPB International Convetion Center. Fakultas Kehutanan IPB dengan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan – Departemen Kehutanan. Bogor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

woraebe.corp