Implikasi
Faktor Pembatas (Sinar Matahari) Terhadap Perlakuan Silvikultur
Oleh :
Descarlo
Worabai
E451090061
Silvikultur
Tropika
SEKOLAH
PASCA SARJANA
INSTITUT
PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Pendahuluan
Latar Belakang
Hutan merupakan bagian penting dalam
siklus kehidupan dimana didalamnya segala yang hidup maupun yang tidak hidup
(biotik dan abiotik) saling berinteraksi. Di dalam hutan terdapat aktivitas –
aktivitas dari berbagai mahkluk hidup (organisme) yang berinteraksi guna
mepertahankan dan melanjutkan hidupnya. Dalam mempertahankan serta melanjutkan
hidupnya, setiap mahkluk hidup ini melakukan interaksi dengan lingkungan
sekitarnya dalam hal melakukan adaptasi. Adaptasi ini dilakukan agar setiap
organisme atau mahkluk hidup ini dapat menyesuaikan dirinya dengan
lingkungannya sehingga kelanjutan dari hidupnya dapat terjaga.
Tanaman
dalam hal ini pohon hutan merupakan unsur penting dalam hutan. Pada buku Manual
Kehutanan (1992), hutan itu sendiri memiliki arti sebagai suatu lapangan bertumbuhan
pohon – pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan kehidupan alam
hayati beserta alam lingkungannya atau ekosistemnya. Dari pengertian ini, dapat
kita melihat bahwa terbentuknya pengertian hutan karena adannya pohon di dalam
hutan, sehingga pohon hutan menjadi hal yang pokok dalam menjaga siklus
kehidupan di dalam hutan. Pohon hutan itu sendiri tidak serta merta menjadi
penting karena diantara mereka pun harus dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya terkait interaksi maupun adaptasi. Dalam melakukan kegiatan
interaksi, pohon hutan berhubungan dengan berbagai faktor, baik itu faktor
biotik dalam hal ini masyarakat tumbuh – tumbuhan, mikroorganisme, dan lain –
lain juga faktor abiotik salah satunya yang utama adalah sinar matahari. Sinar
matahari dilihat berperan sangat penting, karena digunakan sebagai alat bantu
pada tumbuhan dalam proses fotosintesis yang merupakan salah satu kegiatan pada
tanaman yang sangat penting, dimana dalam proses ini tumbuhan akan melakukan
aktivitas “memasak” bagi tanaman yang kegiatannya terjadi pada daun. Kegiatan
memasak pada tumbuhan memerlukan sinar matahari sebagai energi. Kegiatan ini
dapat digambarkan secara umum sebagai berikut : nCO2 + nH2O
+ Cahaya à (CH2O)n + nO2
(sumber : buku fisiologi tumbuhan jilid 2), selanjutnya hasil ini
ditransferkan oleh tanaman dari daun ke semua bagian tumbuhan.
Indonesia
merupakan sebuah Negara dengan hutan hujan tropis di Dunia. Luas hutan hujan
tropis di Indonesia ± 1,3 % dari luas bumi, dengan luas ini, Indonesia memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi, meliputi : 10 % dari total jenis tumbuhan
berbunga, 12 % dari total jenis mamalia, 16 % dari total jenis reptilia, 17 %
dari total jenis burung dan 25 % dari total jenis ikan di seluruh dunia.
Berdasarkan hasil penafsiran citra satelit Landsat 7 ETM+ tahun 2002/2003,
total daratan yang ditafsir adalah sebesar 187,91 juta ha kondisi penutupan
lahan, baik di dalam maupun di luar kawasan, adalah : Hutan 93,92 juta ha (50
%), Non hutan 83,26 juta ha (44 %), dan Tidak ada data 10,73 juta ha (6 %).
Khusus di dalam kawasan hutan yaitu seluas 133,57 juta ha, kondisi penutupan
lahannya adalah sebagai berikut : Hutan 85,96 juta ha (64 %), Non hutan 39,09
juta ha (29 %) dan Tidak ada data 8,52 juta ha (7 %). (BAPLAN, 2005). Dengan
kondisi hutan hujan tropis yang tinggi ini, maka perlunya dilakukan tindakan
pengelolaan hutan yang baik dalam hal pemanfaatan untuk kesejahteraan bangsa.
Teknik yang biasanya digunakan dalam pemanfaatan hasil hutan yaitu dengan
menggunakan teknik yang disebut “teknik silvikultur”. Dengan menggunakan teknik
silvikulktur, diharapkan ada input yang diperoleh sejalan dengan peruntukan
asas “sustainable” atau keberlanjutan sehingga siklus hidup khususnya di dalam
hutan dapat terjaga baik.
Pembahasan
Sinar Matahari
Dalam kehidupan mahkluk
hidup, sinar matahari menjadi memberikan pertumbuhan dan tenaga bagi semua
mahkluk hidup, misalnya bagi manusia sinar matahari ini menghasilkan vitamin D.
Pada waktu berkas sinar ultraviolet disaring di
kulit. Ia mengubah simpanan kolesterol di kulit menjadi vitamin D. Dengan
menghadapkan sebagian dari tubuh ke sinar matahari selama 5 menit memberikan
400 unit vitamin D. Anda membutuhkan 400 IU (international unit) perhari
menurut peraturan RDA (Recommended Dietary Allowances) di AS. Sehingga dilihat
dari fungsinya ini, maka sinar matahari ini sangat penting bagi umat manusia.
Selain itu fungsi serta kegunaan dari sinar matahari ini, sanggup membunuh
bakteri penyakit, virus dan jamur. Itu berguna untuk perawatan tuberkulosis
(TBC), erisipelas, keracunan darah, peritonitis, pnemonia, mumps, asma saluran
pernafasan. Bahkan beberapa dari virus penyebab kanker dibinasakan oleh sinar
ultraviolet. Infeksi jamur, termasuk candida, bereaksi terhadap sinar matahari.
Beberapa jenis bakteri di udara dibinasakan dalam 10 menit oleh sinar
ultraviolet. Seorang ilmuwan menutup setengah dari piring batu yang dipenuhi
dengan bakteri – setengah lainnya disinari matahari secara langsung. Bagian
piring yang tertutup tetap dipenuhi bakteri, tetapi tidak ada yang tumbuh di
setengah piring yang terbakar sinar matahari. Semua bakteri telah terbunuh.
Jika Anda membuka lebar tirai dan jendela rumah agar sinar matahari masuk ke
ruangan, maka setelah satu jangka waktu sinar matahari ini akan membunuh bakteri
yang berada di debu jendela dan lantai, sehingga membuat rumah Anda menjadi
tempat yang lebih sehat untuk didiami (http://dchandra.wordpress.com/2007/11/06/manfaat-sinar-matahari/).
Dari penjelasan ini dapat kita lihat bahwa begitu pentingnya sinar matahari
bagi mahkluk hidup khususnya manusia terkait akan manfaatnya.
Sinar matahari ini pula sangat
dibutuhkan oleh tanaman. Hal pokok dimana tanaman membutuhkan sinar matahari
adalah dalam melakukan aktivitas fotosistesis yang merupakan keharusan bagi
tanaman untuk dapat melanjutan hidupnya atau dengan kata lain sinar matahari
merupakan faktor yang esensial bagi pertumbuhan serta perkembangan tanaman.
Faktor yang esensial ini berperan penting
dalam proses fisiologis tanaman, terutama fotosintesis, respirasi, dan
transpirasi. Terkait dengan faktor pembatas pada hutan, sinar matahari ini
selain dilihat kearah proses fotosintesis juga dilihat kearah naungan.
Silvikultur
Menurut
buku Manual Kehutanan (1992) mengatakan, bahwa silvikultur merupakan rangkuman
dari berbagai macam teknik yang dipergunakan dalam mempermuda hutan baik secara
alami maupun buatan, serta pemeliharaan tegakan sepanjang hidupnya. Dari
pengertian ini dapat terlihat bahwa silvikultur adalah suatu bentuk seni dan
ilmu dalam menanam dan memelihara pohon (Lahjie A.M., 2005). Silvikultur dimaksudkan untuk mengarahkan proses
alamiah perkembangan hutan untuk memperoleh atau memproduksi hutan yang lebih
bermanfaat sesuai dengan tujuan pengusahaan hutan tersebut. Dalam mengusahakan
hutan untuk mencapai hasil yang baik maka perlu dilakukan pengontrolan terhadap
pengusahaan hutan diantaranya ;
1.
Kontrol
terhadap pembentukan struktur tegakan, misalnya membuat kelas umur pohon yang bervariasi,
membuat dan mengatur distribusi dari kelas diameter tegakan
2.
Kontrol
terhadap komposisi, misalnya hanya memilih satu atau beberapa jenis yang
disukai secara ekonomi
3.
Kontrol
terhadap kerapatan tegakan, dsb
Dari
kegiatan kontrol ini menurut indriyanto 2008, ada 2 aspek yang perlu atau yang
penting untuk diperhatikan dalam pelaksanaan sistem silvikultur, yaitu :
1.
Teknik
penerapan sistem silvikultur itu sendiri, termasuk cara penebangan, cara
regenerasi tegakan hutan, dan pemeliharaan hutan.
2.
Kerangka
umum dari bagan pengelolaan hutan, termasuk pembagian area dan daur penebangan.
Sehingga
dari 2 aspek ini, dapat ditentukan sistem – sistem silvikultur yang baik dalam
menjaga serta memanfaatkan sumber daya hutan yang ada.
Implikasi Faktor Pembatas Dalam Perlakuan Silvikultur
Fotosisntesis
Setiap tanaman khususnya yang
memiliki klorofil, akan selalu melakukan aktivitas fotosintesis. Kegiatan
fotosintesis merupakan proses yang sangat penting berdasarkan beberapa alasan
yang di kemukakan oleh Daniel T.W. 1987 bahwa makanan manusia dan seluruh hewan
(heterotrof) tergantung secara langsung maupun tidak langsung pada tumbuhan
(autotrof) ; stabilitas konsentrasi oksigen dan karbondioksida di Atmosfir tergantung
pada proses fotosintesis baik itu di daratan maupun di lautan ; dan lain
sebagainya, sehingga fotosintesis menjadi landasan penting untuk kehidupan
mahkluk hidup di Bumi. Proses fotosintesis itu sendiri, merupakan proses
biologi yang reaksinya hanya akan terjadi dengan adanya sinar matahari.
Panjangnya siang dan malam terkait lamanya penyinaran sinar matahari sangat
mempengaruhi tumbuhan akan bagaimana tumbuh dan berkembang dalam lingkungannya.
Dalam karya ilmiahnya, Utomo 2006 menyatakan bahwa selama musim hujan dan
kabut, dengan pencahayaan yang rendah dari sinar matahari akan menurunkan
aktivitas tanaman dalam berfotosintesis.
Faktor Fisiografis
Faktor-faktor
fisiografis merupakan keadaan yang secara tidak langsung mempengaruhi vegetasi
hutan melalui efeknya terhadap faktor-faktor yang berpengaruh langsung.
Faktor-faktor tersebut antara lain ketinggian tempat, kemiringan lereng dan
arah mengahadap lereng. Faktor – faktor ini juga berpengaruh terhadap
intensitas sinar matahari yang ditangkap oleh tanaman diantaranya :
a.
Ketinggian Tempat
Ketinggian
tempat terhadap sinar matahari terkait intensitas sinar matahari akan semakin kecil dengan semakin tingginya tempat tumbuh.
Keadaan ini menyebabkan berkurangnya penyerapan (absorbsi) hara dari udara.
Berkurangnya intensitas cahaya dapat mengahambat pertumbuhan karena proses
fotosintesis terganggu. Pengaruh tinggi tempat terhadap pertumbuhan pohon
terjadi secara tidak langsung, artinya perbedaan ketinggian tempat akan
mempengaruhi keadaan lingkungan tempat tumbuh pohon terhadap suhu, kelembaban,
oksigen di udara dan keadaan tanah.
b.
Arah Menghadap Lereng
Pada
kondisi ini, sinar matahari yang masuk akan tergantung pada posisi lereng. Pada
umumnya daerah yang menghadap kearah utara dan timur cenderung menjadi tempat
tumbuh yang baik bagi tanaman di banding yang menghadap ke arah selatan dan
barat. Hal ini menurut Durhayat, 2008 disebabkan karena arah lereng yang
menghadap Timur ke arah Utara akan cukup mendapat cahaya matahari pagi yang
baik bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Semakin besar sudut aspek dari arah
Timur ke arah Utara, berarti cahaya matahari pagi yang diperoleh tanaman akan
semakin berkurang, sehingga produksi pohon akan lebih rendah.
Naungan
Pepohonan
yang membentuk tajuk hutan akan menentukan iklim di dekat permukaan tanah dan
juga di bawah tajuk yang kemudian disebut dengan iklim mikro. Hal ini
disebabkan adanya pepohonan dalam hutan yang berfungsi sebagai penyaring sinar
matahari dan angin untuk membentuk kehidupan di hutan. Dalam hutan ada yang
disebut pohon toleran dan pohon intoleran. Pada Manual Kehutanan, 1992 dijelaskan
bahwa pohon yang toleran adalah pohon yang mempunyai kemampuan untuk
mempertahankan dirinya di bawah naungan, sedangkan pohon intoleran sudah barang
tentu berarti pohon – pohon yang sangat memerlukan cahaya dalam pertumbuhannya.
Setiap pohon yang toleran tidak terlalu mendapatkan
sinar matahari memiliki kemampuan dalam bertahan hidup yang lama. Bila
dibebaskan pohon – pohon yang intoleran, pohon toleran masih memiliki kemampuan
untuk tumbuh dengan baik, kecuali bila sudah lama tertekan oleh lingkungan.
Pohon – pohon intoleran akan melakukan kegiatan fotosintesis sepanjang hari
penyinaran (siang hari), sedangkan pohon – pohon toleran mengusahakan dirinya
agar dapat melakukan aktivitas fotosisntesis dengan memiliki tajuk yang tipis
dan terbuka. Hal ini dimaksudkan agar supaya semua daunnya mendapat cukup sinar
matahari.
Dengan demikian keberadaan pohon yang toleran dan
intoleran terhadap kemampuan menerima serta menangkap sinar matahari menjadi
berbeda. Pohon yang intoleran memiliki kesanggupan yang lebih dari pohon yang
toleran terkait sinar matahari. Tetapi pohon – pohon yang toleran lebih
memiliki kemampuan hidup yang tinggi karena mampu memanfaatkan sinar matahari
ini secara efisien ketimbang pohon - -pohon yang intoleran serta dalam Manual
Kehutanan, 1992 dikatakan bahwa pohon – pohon yang toleran cendrung memiliki
batang yang silindris hal ini kemungkinan disebabkan karena strategi dari pohon
toleran guna menyeimbangkan pertumbuhannya akibat tertutup oleh pohon
intoleran.
Kerapatan
Dalam hutan tingkat perebutan atau
persaingan dalam mendapatkan cahaya dapat dilihat dari besar kecilnya kerapatan
tegakan di hutan. Selain itu persaingan dalam mendapatkan cahaya merupakan
faktor yang penting dalam melihat laju pertumbuhan tanaman. Pada buku
Pengenalan Pemberdayaan Pohon Hutan, 1997 dikatakan bahwa Tumbuhan pada
kerapatan tinggi dengan intensitas cahaya yang rendah cenderung mempunyai daun
yang luas ketimbang pada kerapatan yang rendah. Dari pernyataan ini terlihat
bahwa dalam mendapatkan sinar matahari guna proses fotosintesis maka tanaman
harus melebarkan permukaan daunnya agar dapat memperoleh pencahayaan yang
optimal. Pelebaran ini akan menguntungkan tanaman yang di atas tetapi tanaman
yang di bawah akan dirugikan, karena daunnya akan terhalangi daun tanaman yang
diatas sehingga menghambat proses fotosintesis, dalam hal ini pertumbuhan dari
tanaman di bawah akan terganggu.
Sistem Silvikultur
Dalam membina dan menjaga hutan,
maka sudah barang tentu kita harus mengetahui cara atau tekniknya. Dalam
kehutanan ini disebut Sistem Silvikultur. Sistem silvikultur adalah suatu
rangkaian proses penanaman sampai dengan proses pemanenan dengan menerapkan
teknik – teknik perawatan hutan dalam rangka mencapai hasil yang maksimal.
Hasil yang dimaksudkan disini adalah Produksi kayu, bisa juga dalam bentuk lain
(non – kayu).
Hutan di Indonesia terdiri dari
berbagai macam tipe hutan yaitu hutan dataran rendah, hutan dataran tinggi,
hutann bakau, dan lain sebagainya. Dari keragaman jenis hutan ini, maka sudah
tentu pemilihan akan teknik silvikultur di masing – masing hutan tersebut
berbeda – beda.
Menurut Matthews, 1992 dalam Mansur, 2008 mengatakan bahwa
hutan memiliki tiga fungsi utama, yaitu :
Fungsi Produksi
Secara produksi, hutan diharapkan
mampu menghasilkan kayu yang bernilai ekonomis. Selain kayu hutan juga
menghasilkan hasil hutan non-kayu seperti getah, madu, minyak atsiri, dan lain
– lain.
Fungsi Perlindungan
Secara perlindungan, hutan
diharapkan mampu menjaga kestabilan dan keseimbangan alam. Sehingga kerugiaan
yang dapat ditimbulkan oleh rusaknya hutan, seperti longsor, banjir, kekeringan
dapat diatasi ataupun dapat dihidari.
Fungsi Sosial
Secara Sosial, hutan dalam hal ini
sebagai bagian yang penting dan tak terpisahkan dari manusia, karena hutan itu
sendir sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia khususnya bagi mereka yang
berada di sekitar maupun di dalam hutan.
Dari tiga fungsi utama ini, terlihat
bahwa hutan sangat penting dalam kehidupan. Untuk menjaga agar tetap lestari
dan berkelanjutan, maka perlu dengan cermat memilih serta menetukan teknik
silvikultur yang tepat sehingga harapan akan lestari dan berkelanjutan dapat
tercapai. Menurut Mansur, 2008 teknik silvikultur yang baik untuk diterapkan
terkait 3 fungsi tadi yakni sistem silvikultur tebang pilih. Sistem ini
tentunya akan sangat bermanfaat pula bagi tanaman dalam memperoleh dan
mendapatkan sinar matahari yang baik (intensitas cahaya), karena dengan sistem
tebang pilih kemungkinan hutan mengalami degradasi menjadi kecil. Selain itu
pada bagian yang ditebang pohonnya, arealnya menjadi terbuka sehingga
memberikan kesempatan kepada pohon – pohon yang di bawah untuk tumbuh dan
berkembang. Juga pada benih – benih pada lantai hutan memperoleh sinar matahari
yang cukup untuk membantu proses pertumbuhan.
Penutup
Faktor lingkungan sangat berpengaruh
terhadap penampilan fisiologis tanaman dan morfologi tanaman. Kebutuhan tanaman
terhadap sinar matahari sudah menjadi suatu keharusan yang harus dipenuhi.
Kebutuhan ini akan dapat terpenuhi, jika setiap faktor yang mendukungnya dapat
berjalan dengan baik.
Setiap pohon memerlukan sinar
matahari untuk dapat berfotosintesis, guna menjaga kelangsungan hidupnya.
Dengan berfotosintesis maka pohon dapat melakukan proses pertumbuhan sedangkan
bagi mahkluk hidup yang lain khususnya yang heterotrof menggunakannya sebagai
makanan untuk memperoleh energi.
Sehingga perlu dilihat perlakuan
silvikultur yang tepat dalam membantu perkembangan tanaman yang dalam hal ini
pohon sehingga dapat berkembang dengan baik serta memberikan hasil yang baik
pula sehingga kelestarian hasil serta kekayaan keanekaragaman hayati yang ada
dapat terjaga dengan baik.
Daftar
Pustaka
-
Departemen Kehutanan Republik Indonesia,
1992. Manual Kehutanan. Jakarta
-
Salisbury F.R. dan Ross C.W. 1992.
Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
-
Healthy Inside
Fresh Outside,
Just another WordPress.com weblog, 2007. http://dchandra.wordpress.com/2007/11/06/manfaat-sinar-matahari/
-
Daniel
Theodore W, dkk. 1987. Prinsip – Prinsip Silvikultur. Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.
-
Utomo
Budi, 2006. Karya Ilmiah – Hutan Sebagai Masyarakat Tumbuhan Hubungannya Dengan
Lingkungan. Fakultas Pertanian – Universitas Sumatera Utara. Medan.
-
Duryat,
2008. Pengaruh faktor fisiografis
terhadap produksi damar mata Kucing (shorea javanica k et. V) di pekon
pahmungan kecamatan Pesisir tengah kabupaten lampung barat. Prosiding Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian
kepada Masyarakat. Universitas Lampung. Lampung.
-
Irwanto, 2006. Model Kawasan Hutan Kabupaten Gunung
Kidul. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. www.freewebs.com/irwantoshut/praktek_siltrop.pdf
-
Mansur I., 2008. Sistem
Silvikultur Untuk Pengelolaan Hutan Alam. Prosiding Lokakarya Nasional –
Penerapan Multisistem Silvikultur Pada Pengusahaan Hutan Produksi Dalam Rangka
Peningkatan Produktivitas dan Pemantapan Kawasan Hutan, IPB International
Convetion Center. Fakultas Kehutanan IPB dengan Direktorat Jenderal Bina
Produksi Kehutanan – Departemen Kehutanan. Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar